Selasa, 16 Agustus 2011

The Unsung Heroes

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” ( Pidato Bung Karno, Hari Pahlawan 10 Nopember 1961).




Sore itu dalam pinggiran jalan protokol cuaca cukup cerah meski dihiasi awan kelabu. Suara kendaraan bermotor menelurkan asapnya yang gelap. Mata saya tertuju pada sebuah pemandangan unik dan mengharukan. Buritan trotoar terduduk seorang kakek tua baya. Berpakaian rapi yang tak serapi nasibnya. Tangan kirinya memegang sebungkus nasi warteg.

Tangan kanannya yang sudah terlukis pembuluh-pembuluh darah memegang dengan kuat sendok plastik mentransfer energi kepada tubuhnya yang lunglai. Satu, dua, tiga suap nasi tergiling dalam mulut tak bergigi yang tampak kesusahan mengunyah. Di pundaknya terpampang lambang LVRI, sebuah pangkat semu yang berharga dalam sejarah. Sepatu but yang tampak rajin disemir melekat sebagai pelindung kaki-kakinya yang sudah tak sekuat dulu.
Dialah satu dari lebih kurang 32.000 prajurit dan PNS veteran yang telah berandil besar dalam memperjuangkan kemerdekaan negara ini. Mereka bertempur dengan bermodalkan keberanian dan resiko kehilangan nyawa. Perjuangan dan kegigihannyalah yang membawa republik ini menjadi negeri berdaulat. Bambu-bambu rucingnya telah membakar sendi-sendi kekejaman penjajah.

Namun, gambaran di alenia pertama tadi cukup mendiskripsikan bahwa mereka sama sekali belum dihargai layaknya pahlawan. Nasib veteran cenderung diabaikan di negeri ini. Kesejahteraan para pejuang Tanah Air ini kerap dikesampingkan. Penghasilan mereka pun bahkan di bawah UMR. Mereka harusnya mendapat perbaikan nasib dan pemakaman yang layak. Kini, mereka hanya mengeluh dan meratapi nasib mereka yang berjuang membebaskan kita dari jajahan bangsa manapun, dengan mempertaruhkan jiwa dan raga mereka. Dahulu mereka yang menumpahkan darah, meninggalan rumah dan anak istri mereka, demi bisa mengibarkan bendera Merah Putih di Tanah Ibu Pertiwi Ini. Sekarang jasa mereka dilupakan oleh kita.

Tahun 2006, Para veteran itu mencurahkan isi hati mereka dalam sebuah surat ke Istana Merdeka. Karena, sejak 1994, satu potong tubuh pahlawan yang cacat dalam perang kemerdekaan hanya dihargai Rp 22.000 per bulan. Sekali lagi, mereka memohon perhatian yang lebih layak.
Sungguh sangat memilukan. Pertanyaannya, apakah pemerintah tidak mampu memberikan perhatian yang lebih layak. Bukankah usia para veteran itu sekarang sudah 70 hingga 75 tahun, sehingga tidak perlu memakan waktu lama untuk sekadar menyenangkan dan memberikan penghargaan yang pantas.

Mereka adalah orang-orang tua kita yang ikut membantu menegakkan berdirinya sebuah negara bernama Republik Indonesia . Sangat wajar untuk sebuah penghargaan. Tapi inilah raut muka negeri ini di usianya yang ke-66. Raut ironi yang tampak dimana-mana. Lihat saja, gaji dan tunjangan para anggota DPR, menteri atau anggota berbagai Komisi yang kini marak di Indonesia . Lalu, bandingkan dengan para veteran yang hanya dihargai Rp 22.000.

Bahkan, anggota DPR diberi hingga 30 jutaan rupiah hanya untuk dana serap aspirasi.

Padahal, kita belum merasakan hasil kerja para wakil rakyat itu. Inikah wajah negeri yang sudah merdeka 66 tahun. Beginikah sebuah negeri menghargai para veteran? Lalu dimanakah keadilan itu? Ketika sepucuk surat melayang ke Istana Presiden, kita pun tidak tahu, bagaimana nasib surat itu. Kita hanya bisa berharap, semoga ada titik cerah bagi para veteran ketika
sinar kemerdekaan menyentuh usia ke-66. Sekadar harapan untuk sebuah keadilan. Maka, dengarkanlah. (catatan : Asvi Warman Adam, Sejarawan LIPI)


Senja kemudian menuju malam, dan semakin malam. Mata saya masih berkaca-kaca membayangkan kakek veteran itu. Mobil saya berhenti dalam sebuah lampu merah. Mata saya seperti hujan tak henti-hentinya menitihkan air mata tatkala mengarah pada sebuah clubnight. Dalam pantulan cahaya-cahaya rona lampu disko melambungkan pikiran saya. Kebebasan yang kita dapatkan seperti itu bukankah atas darah dan keringat kakek tadi. Menari dan berjoged dalam lantunan musik-musik remix tidak berbanding lurus dengan makan nasi warteg di pinggiran jalan.

Artikel ini terinspirasi dari kawan saya di forum www.kaskus.us yang berencana menggalang dana untuk membantu kesejahteraan para veteran. Mari kita para kompasianers untuk lebih memperhatikan mereka kalau perlu membuat juga penggalangan dana sebagai rasa peduli kita terhadap nasib mereka, segenap manusia Indonesia yang sewajarnya terhormat.

Tidak seorangpun yang menghitung hitung, berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya …
( Pidato Bung Karno HUT Proklamasi 1956 )


Sabtu, 16 Juli 2011

Indonesia, Anak-anak dan Kemiskinan



Krisis Ekonomi atau biasa kita sebut sebagai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 telah membawa dampak yang begitu dashyat bagi perekonomian Indonesia. Jumlah orang miskin meningkat tajam, orang-orang kehilangan tempat bekerja yang akhirnya meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia.
Lalu bangsa ini seakan-akan terperosok dalam jurang kemiskinan.

Yang lebih parah lagi adalah dampak sosial yang begitu menakutkan. Khususnya bagi generasi penerus bangsa ini. Kriminalitas meningkat, kecemburuan sosial, narkotika, masalah prostitusi dan obat-obatan terlarang menjadi pelarian para generasi penerus bangsa akibat ketimpangan sosial yang terjadi. Yang pada akhirnya menjurus pada kerusuhan massal di berbagai daerah di Indonesia. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah orang-orang kecil dan juga anak-anak generasi penerus bangsa ini.

Tahun berganti tahun seiring dengan perubahan tampuk kekuasaan di negeri ini. Orde Baru lewat, orde reformasi datang. Lalu pergi dan datang orde demokrasi. Tapi belum ada yang bisa membangunkan bangsa ini dari keterpurukan. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme seakan-akan telah menjadi budaya bangsa ini.

Yang akan saya soroti disini adalah bagaimana nasib orang-orang miskin dan anak-anak terlantar di negeri ini.
Pasal 34 UUD 1945 juga dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Tapi pada kenyataan nya?
John F. Kennedy berkata : "jangan tanyakan apa yang telah negara berikan pada mu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan pada negara ini". Tapi sayang, bagi sebagian orang, negara ini belum memberikan apa-apa bagi kelangsungan hidup mereka. Lalu bagaimana sebagian orang itu akan berpikir untuk "memberi" kepada negara ini? Jangan tanyakan pada saya, mari kita tanyakan pada rumput yang bergoyang...

Anak-anak, generasi penerus bangsa. Banyak dari mereka yang terhimpit dalam masalah ekonomi. Mau sekolah tapi tidak punya biaya. Ada sekolah gratis dan murah, tapi sayang nya kurang memadai. Banyak gedung sekolah yang tidak layak pakai, tidak punya guru, bahkan tidak punya buku.
Lihat lah bagaiman secuil harapan mereka untuk menempuh bangku sekolah dan bertemu teman-teman mereka di sekolah demi masa depan yang lebih baik.

Terkadang mereka harus menempuh puluhan kilometer, menyebrang sungai, dan bahkan mempertaruhkan nyawa mereka untuk bisa ke sekolah.
Sepulang sekolah buat sebagian dari mereka adalah waktu nya untuk menjadi tulang punggung keluarga.
Ada yang bekerja menjual kue keliling, menjadi tukang parkir, bahkan sampai ada yang harus menjadi kuli bangunan dan tukang tambang.


Mari kita lihat UUD 1945 Pasal 28 b ayat (2) yang disebutkan disitu bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Banyak anak-anak di negeri ini yang harus melepas hak nya,kehilangan masa anak-anaknya, masa bermain, dan masa belajar demi membantu ekonomi keluarga. Lalu dimana peran pemerintah?

Pemerintah harus bisa membantu mereka untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Serta untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya, untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai, untuk dilindungi dari penyiksaan, eksplotasi, penyiaan, kekerasan dan dari bahaya. Mereka juga berhak untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerintah dan hak untuk bisa mengekspresikan pendapat sendiri. Karena kemiskinan juga telah merampas terpenuhinya hak-hak dasar anak seperti kesehatan, pendidikan dan pangan.

Tentu kita tidak bisa begitu saja menyalahkan pemerintah. Kita harus melihat dari orang-orang yang berada di garis kemiskinan. Apakah mereka mau terus terpuruk dalam kemiskinan dan tidak mencoba untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik demi masa depan keluarga dan anak-anak nya?

Akhir kata, saya akan menyampaikan kata-kata bijak tentang kemiskinan dari seorang Mother Theresa : "Kemiskinan terburuk adalah ketika seseorang merasa tidak dicintai dan merasa sendiri".

Selasa, 12 Juli 2011

Jokowi, Walikota Solo Forester Yang Suka Musik Cadas


Joko Widodo, Walikota Solo ini adalah salah satu tokoh yang saya kagumi. Apabila seluruh pemimpin daerah di Indonesia ini seperti beliau, saya yakin Jayalah Indonesia. Berikut ini artikel mengenai pria yang biasa di sapa Jokowi. Saya ambil artikel ini dari RollingStone.co.id. Silahkan dibaca bagi yang menggemari keadilan bagi rakyat.... :)

Jakarta - Joko Widodo. Lelaki berbadan tinggi-kurus ini akrab disapa Jokowi. Saat bangsa ini rindu akan sosok pemimpin yang dicintai rakyat, ia adalahprototype. Jokowi meraih lebih dari 90 persen suara dalam pemilihan kepala daerah 2010 bahkan tanpa kampanye. Sebagai
seorang incumbent, ia konsisten bersikap independen. Namun siapa sangka, di balik pesonanya, Jokowi muda berambut gondrong dan suka musik cadas?

Jokowi adalah Solo hari ini. Ia membangun jalur pedestrian sepanjang 5,6 kilometer di sisi selatan Jalan Slamet Riyadi, jalan protokol di Kota Solo, Jawa Tengah. Citywalk bagi pejalan kaki itu sejajar dengan jalur untuk kendaraan bermotor, sepeda dan becak, dan rel kereta api. Namun, Jokowi juga adalah masa lalu sekaligus masa depan. Di rel kereta api tersebut, masih melintas setiap hari kereta api feeder jurusan Solo-Wonogiri. Sejak September 2009, sebuah kereta api uap menggenapi suasana kuno itu, beroperasi Sabtu-Minggu untuk pariwisata.

Sepur Kluthuk Jaladara, demikian ia menamai kereta api berloko uap tipe C.12.18 bikinan Jerman pada 1896 dengan dua gerbong jenis CR 144 dan CR 16 tersebut. Inilah satu-satunya kereta api kuno berloko uap di Indonesia, bahkan di dunia, yang beroperasi membelah pusat kota. Berbahan bakar kayu jati pula. Sekali jalan, Sepur Kluthuk menghabiskan bahan bakar 4-6 meter kubik kayu jati dan 500 kiloliter air senilai Rp 3,2 juta. Jokowi memboyong heritage ini dari Museum Kereta Api Ambarawa, Jawa Tengah. Puluhan tahun lalu, kereta api berkapasitas 72 penumpang itu dioperasikan untuk trayek Stasiun Amba-rawa-Stasiun Jambu.

”Inilah salah satu wajah dari tagline kota: ‘Solo masa depan adalah Solo masa lalu’. KA Feeder Solo–Wonogiri dan Sepur Kluthuk Jaladara adalah simbol masa silam. Perte-ngahan Februari, kami pre-launch Railbus, sebuah kereta api commuter dalam dan antarkota, sebagai simbol masa depan,” kata Jokowi. Seluruh moda transportasi kereta api ini melintasi rel peninggalan Nederlandsch Indi Spoor Maatschappig (NIS) pada 1923, yang berada di Jalur Lintas Raya yang terhubung sampai Jakarta.

Sebagai langkah awal, Jokowi membongkar rel dalam kota yang terpendam aspal jalan dan bangunan – baik di dalam kota maupun sayap-sayap kota. ”Kami berharap Railbus tidak hanya beroperasi di Solo. Pada 2010, semoga Railbus terkoneksi dengan Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, Klaten dan Boyolali,” seru suami Iriana, dan ayah dari Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep ini. Railbus juga membuka akses Bandara Internasional Adi Soemarmo.

Menurut Jokowi, sistem transportasi publik yang terpadu adalah jawaban atas sebagian masalah terbesar manusia. Namun, bukan untuk hari ini saja, melainkan untuk dekade-dekade berikutnya. ”Sejak Desember 2010, kami meluncurkan pula Solo Batik Trans, dan pada Februari ini pula kami menyusulkan Bus Tingkat, bus yang berjalan lebih pelan lagi dan enak ditumpangi sambil menikmati suasana Solo yang alon-alon waton kelakon (pelan tapi pasti),” jelas Jokowi.

Solo lagi-lagi menjadi proyek percontoh-an ketika Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono meresmikan kerja sama kota ini dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. ”Solo dan Yogyakarta menjadi yang pertama di Indonesia yang menerapkan Sistem Terpadu Tiket Transportasi. Cukup dengan Smart Card yang bisa diisi ulang, penumpang dapat memanfaatkan Solo Batik Trans, Yogya Trans, dan Kereta Api Prambanan Ekspress jurusan Solo–Yogyakarta. Terhubung pula dengan Bandara Internasional Adi Sucipto via underpass dari Stasiun Maguwo,” ujar Jokowi.
Smart Card terbagi atas Reguler Trip Card untuk berbagai jurusan dalam kurun tertentu sesuai deposit yang tersedia, Single Trip Card untuk sekali jalan, dan Student Trip Card khusus untuk pelajar. ”Kami ingin mendidik para pelajar untuk memanfaatkan moda transportasi umum sedini mungkin. Dalam waktu dekat, kami canangkan gerakan Bike to School. Menyusul kemudian, Bike to Work.”

Kebijakan Jokowi ini layak ditiru oleh para pemimpin di kota-kota lain. Selain untuk mengantisipasi kemacetan 30-50 tahun ke depan, forester lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1985 ini mempertimbangkan masa depan lingkungan hidup. ”Kota yang sehat adalah kota yang memberi fasilitas sebesar-besarnya bagi pejalan kaki dan pesepeda. Kota ini penuh dengan program-program ramah lingkungan, termasuk
non-motorized policy yang sedang kami matangkan konsepnya,” tutur Jokowi.

Walikota berlatar belakang pengusaha mebel ini memastikan, ia tidak akan menye-diakan fasilitas parkir di tengah kota untuk motor dan mobil. Sebaliknya, ia akan menye-diakan sepeda gratis di sejumlah titik. ”Dilengkapi GPS (Global Positioning System), sepeda itu tidak akan hilang. Saya akan dorong orang-orang untuk bersepeda. Dimulai dari siswa-siswi ke sekolah dilarang naik motor, apalagi mobil,” cetus Jokowi. Ia telah memulainya dengan meng-adakan Car Free Day di Jalan Slamet Riyadi, Minggu pagi. Siapa pun bebas berjalan dan bersepeda di jalan protokol.

Bekerja sama dengan
Cities Development Innitiative for Asia (CDIA) dan German Technical Cooperation(GTZ), Jokowi memiliki visi bahwa kemacetan tidak untuk diatasi hari ini juga, namun untuk diantisipasi sejak hari ini. Sejak awal, ia juga menolak jalan layang di dalam kota. Secara pribadi Jokowi kurang sreg dengan Jalan Tol Solo–Semarang, juga jalan-jalan tol lainnya di Pulau Jawa. ”Dinamika masyarakat jalan tol akan sangat cepat, bisa berdampak negatif bagi Solo. Selain itu, Pulau Jawa sebenarnya tidak cocok untuk jalan tol karena tanahnya yang subur selayaknya untuk kepentingan agraria,” kata Jokowi, ”Saya lebih setuju jika kita memaksimalkan kereta api.”

Kota dalam Kebun
Ya, Jokowi adalah seorang forester sejati. Kecintaannya pada tumbuhan, taman, hutan dan kayu membawanya keliling dunia untuk memasarkan mebel dan belajar mengelola tanaman dengan baik. Inilah yang kemudian banyak menginspirasi lelaki kelahiran Solo, 21 Juni 1961 itu dalam mengembalikan kota ini ke jati dirinya sebagai kawasan tradisi yang sejuk. ”Grand design tata ruang Solo adalah
eco-cultural city. Lingkungan hidup dan kebudayaan hidup berdampingan,” cetusnya.

Dimulai dengan merintis hijauan di sepanjang jalur Citywalk, kini Jokowi mengembangkan jalur pedestrian di penjuru lain kota ini. Taman-taman kota telah direvitalisasi. Kawasan bantaran sungai ia sulap menjadi Green Belt atau Sabuk Hijau. ”Taman Sekartaji seluas total 38 hektare di sepanjang Kali Anyar kini tak hanya menjadi peneduh, tapi juga area yang indah dan paru-paru kota,” jelasnya. Taman Balekambang, yang tiga tahun lalu masih kumuh oleh permukiman liar dan kesenian rakyat Wayang Tobong, kini bukan hanya paru-paru kota dan catchment area atau daerah tangkapan air, tapi juga kawasan wisata.

Tidak salah Wakil Presiden Boediono telah mencanangkan Solo sebagai the Indonesian City of Charm dalam the 7th China-ASEAN Expo, di Nanning, Guangxi, Cina, Oktober 2010. Untuk meneguhkan ikon tersebut, Jokowi bercita-cita mewujudkan desain tata kota lima tahunan pada periode kedua kepemimpinannya. ”Dalam lima tahun ke depan, Solo akan menjadi Kota Dalam Kebun. Setiap ruang publik terbuka yang belum ada hijauannya, kita tanami tanpa kecuali. Pagar-pagar dinding dan besi dirobohkan, diganti pagar hidup, atau ditanami rambatan.”

Dia berharap, 30-35 persen wilayah kota akan menjadi kebun dan pada 15 tahun ke depan bahkan akan menjadi hutan. ”Ya, karena dalam jangka panjang, desain tata kota ini adalah Kota Dalam Hutan. Isu pemanasan
global, climate change, dan green city telah menjadi perbincangan dunia – dan Solo tak mau ketinggalan untuk mengambil peranan positif,” kata Jokowi. ”Saya akan memimpin sendiri program ini. Saya akan datangi setiap rumah, bank, kantor, sekolah, dan gedung lainnya, mengajak rakyat menanam pagar hidup dan beraneka pohon.”

Jokowi berpendapat, kerusakan lingkungan di negeri ini terjadi karena pemerintah tidak berani dan tegas dalam mengendalikan arus pembangunan. ”Acapkali terjadi pengalihan fungsi dari yang semula persawahan dijadikan permukiman, misalnya. Jangan ada toleransi sedikit pun. Kami berhasil menanggulangi 80 persen masalah banjir karena merelokasi warga di bantaran dan menerapkan edukasi untuk tidak membuang sampah di sungai,” jelas Jokowi. Sedangkan terhadap perajin batik dan tahu, ia mewajibkan kepemilikan IPAL (Instalansi Pengolahan Air Limbah), setidaknya secara komunal.

Spirit of Java
Barometer politik nasional dengan sejarah panjang, itulah Solo. Berembrio dari Keraton Surakarta Hadiningrat, kota yang kini berusia 266 tahun itu mencatat sejarah pendirian
Solosche Radio Vereeniging (SRV), stasiun radio pertama di Indonesia, pada 1 April 1933, dan Persatuan Wartawan Indonesia pada 9 Februari 1946, di Monumen Pers. Museum Radyapustaka juga adalah yang pertama di Nusantara, didirikan pada 28 Oktober 1890. Sarekat Dagang Islam, organisasi kebangsaan pertama di Indonesia, pada 1905, Persatuan Guru Republik Indonesia pada 1945, Pekan Olahraga Nasional pertama di Stadion Sriwedari pada 1948, dan Rehabilitasi Centrum Prof Dr Soeharso – satu-satunya rumah sakit ortopedi di tanah air – semua berdiri di Solo.

”Solo adalah kota tradisi dan kebudayaan, kota bersejarah, sekaligus kota pergerakan. Jika tidak dapat mengelolanya dengan baik, Solo justru akan memberi dampak negatif bagi negeri ini,” kata Jokowi. Menyadari kenyataan sosial tersebut, ia mengedepankan jurus dialog untuk mencapai tujuan. Jokowi juga menafikan Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 23 tahun 2006, yang dinilai mendiskriminasikan penganut aliran kepercayaan yang tidak diakui sebagai agama. ”Di sini komplit. Fundamentalis Islam, Kristen, Kejawen, ada. Kanan, kiri, tengah, ada. Semua saya rangkul,” ujarnya.

Menurut Jokowi, itulah spirit masyarakat Jawa sesungguhnya: rukun agawe sentosa, hidup rukun makmur. ”Itu pula roh dari seluruh gerak kerja kami, yaitu Solo, the Spirit of Java. Tatanan perilaku mengenai budi-pekerti, sopan-santun, unggah-ungguh, mendasari kehidupan kami,” terangnya. Secara fisik, Jokowi menerapkan hal tersebut dalam bentuk pemberlakuan Aksara Jawa di seluruh papan nama kantor, sekolah, gedung, bank, mal, dan fasilitas publik lainnya. Bahasa Jawa dijadikan sebagai mata ajar sekolah, dan busana adat dipakai dalam upacara bendera pada hari tertentu.
Perjuangan Jokowi menghidupkan kembali ”the living heritage” tidak hanya berhenti di level lokal. Pada 2006, dia berhasil membawa Solo terdaftar dalam Organization of World Heritage Cities – dan menjadi satu-satunya dari Indonesia – pada 2006. Pada 2007, Solo bahkan menjadi tuan rumah the World Heritage Cities Conference and Expo, yang menghasilkan ”Deklarasi Solo”. Pada 2008, Unesco kemudian mengakui Wayang Kulit sebagai Warisan Budaya Dunia dengan dalang Ki Manteb Sudharsono dari Solo sebagai wakil Indonesia yang menerima anugerah tersebut.

”Masyarakat dunia menunjukkan kepedulian yang besar terhadap heritage di kota ini. Meski banyak di antaranya sudah terlanjur dikuasai oleh perorangan dan swasta, hal itu tidak menghentikan langkah kami untuk merawat merestorasi, merekonstruksi, dan merevitalisasi Cagar Budaya,” papar Jokowi. Keterbatasan anggaran pemerintah kota, dan masih minimnya bantuan pusat, tidak membuatnya mundur barang selangkah.
Fisik bangunan Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran yang memerlukan perbaikan segera juga menjadi perhatian Jokowi. Ia tak ingin terjebak pada perselisihan antara Raja Paku Buwono XIII Hangabehi di dalam keraton dan Raja Paku Buwono XIII Tedjowulan di luar keraton – keduanya putra Raja Paku Buwono XII yang wafat tanpa mewariskan tahta. ”Yang menjadi perhatian utama saya justru bagaimana budaya adiluhung bisa dihidupkan lagi dalam kehidupan sehari-hari dan tradisi kesenian berbasis kampung bisa direvitalisasi melalui sanggar-sanggar,” ungkap Jokowi.

Ia mengaku prihatin Solo hanya memiliki sebuah museum – sebab ia percaya bahwa peradaban negeri diukur dari bagaimana museum dimiliki dan dirawat. ”Pada periode pertama, saya sempat mengusulkan pendirian Museum Keris, Museum Topeng, dan Museum Artefak, entah me-ngapa ditolak DPRD,” kata Jokowi. Namun, kenyataan politik pun tak menghadang jalannya menggagas sebuah Opera House berkapasitas 10 ribu penonton untuk mengadakan pergelaran kesenian kelas dunia. ”Konsep sudah matang, lahan sudah disiapkan. Tinggal finalisasi,” tegas Jokowi.

Ia telah bercengkerama dengan budaya-wan Goenawan Mohamad, Direktur Program Komunitas Utan Kayu dan Salihara, Sitok Srengenge, Triyanto Triwikromo, dan banyak lagi, demi menyusun konsepnya. Jokowi juga telah menggelar ber-bagai festival, dua di antaranya adalah Solo International Ethnic Music dan Solo Batik Carnival. ”Kota ini punya potensi, kekuat-an, dan keistimewaan. Solo kaya dengan industri kreatif. Asal dikelola dengan cara dan standar internasional, hal itu akan menjadi pertunjukan layak tonton.”
Jokowi memang seorang lelaki kurus dengan cita-cita yang besar. Ia menilai sangat penting bagi sebuah kota untuk mempunyai tempat pertunjukan yang representatif untuk menggelar festival kelas dunia, mulai dari musik, tari, hingga teater. ”Seni budaya lokal juga selayaknya diperkuat karakternya untuk kemudian dibawa ke kancah internasional atau dipanggungkan bersama artis dunia.”

Memanusiakan Manusia
Voorijder tidak ada dalam kamus protokoler seorang Jokowi. Dalam perjalanan dinas ke mana pun, di dalam atau ke luar kota, ia hanya didampingi seorang ajudan dan Suliadi, sopirnya yang setia. Mobil dinasnya, Toyota Camry keluaran tahun 2002, adalah peninggalan Slamet Suryanto, walikota sebelumnya, bisa tiba-tiba berhenti di mana saja. Tanpa sungkan, Jokowi turun santai menemui rakyat tanpa jarak. Ia tidak bossy atau sok penting. Jokowi memanusiakan manusia.

Suatu ketika, dalam perjalanan dinas ke Nusukan, sebuah kampung di Solo Utara, mobil dinasnya yang tua mogok. ”Saya tidak mau merepotkan orang banyak. Saya telepon Gibran, anak sulung saya, minta dijemput. Dia datang dengan mobil Toyota Kijang tua kami. Saya pulang dengannya, mobil dinas pulang dengan derek. Hidup saya semudah itu saja,” ungkap Jokowi. Mobil dinas tersebut tiga hari masuk bengkel dan Jokowi tidak lantas marah, apalagi minta mobil dinas baru. ”Saya tidak birahi pada mobil,” tukasnya.
Jokowi juga selalu menemui sendiri warga untuk berdialog. Misalnya, demi melegakan para pengayuh becak yang protes terhadap pembangunan
shelter Batik Solo Trans di depan Stasiun Purwosari, lantaran dianggap menghalangi areal mangkal mereka, ia memerintahkan investor menggesernya. Itu tak seberapa. Jokowi punya kisah lagi yang menghentak perhatian masyarakat dunia.

”Saya diundang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk berbicara selama delapan menit dalam Forum Governing Council 2008. Mereka ingin mendengarkan paparan saya tentang konsep Tata Ruang Kota dan Penataan Pedagang Kaki Lima Tanpa Kekerasan,” jelas Jokowi. Dia menjadi walikota pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang pernah diundang dalam forum terhormat itu.

Di hadapan wakil-wakil dari berbagai negara di dunia, Jokowi memaparkan keberhasilannya menertibkan PKL tanpa aksi represi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kunci sukses Jokowi adalah jamuan makan. Ya, sang walikota meng-undang para PKL untuk makan siang dan makan malam di Lojigandrung, rumah dinasnya. ”Totalnya, 54 kali jamuan makan! Sambil beramah-tamah, kami bicara dari hati ke hati tentang apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, dan ketakutan mereka jika direlokasi. Dari sanalah konsep lapangan dirangkum,” jelasnya.

Jokowi memperlakukan PKL sama terhormatnya dengan pedagang pasar tradisional,
tenant, toko, mal, supermarket, dan pelaku ekonomi lainnya. Ia bahkan memberikan perhatian lebih pada Usaha Kecil Menengah. ”Pada periode pertama 2005-2010, kami telah berhasil merevita-lisasi 15 pasar tradisional sehingga mampu bersaing dengan pasar modern. Lalu, merelokasi 23 titik PKL dan mendirikan 5 Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM) sebagai percontohan. Saya ingin masyarakat mandiri secara produksi, tata kelola keuangan, dan pemasaran, dengan manajemen modern,” terang Jokowi.

Menurut dia, kesalahan terbesar seorang kepala daerah adalah memberi kemudahan izin kepada investor besar untuk membangun mal dan supermarket, namun tidak memberi ruang bagi PKL dan mengabaikan pasar tradisional. ”PKL adalah aset. Terbukti, merekalah yang paling mampu bertahan ketika Indonesia dihem-pas krisis moneter. Mereka harus diberi fasilitas, entah dalam bentuk
shelter, tenda, gerobak, atau pasar,” cetusnya. Sebaliknya, Jokowi mempersulit izin pendirian mal dan supermarket.

Selama menjabat walikota, ia mengaku menerima permohonan izin untuk lebih dari 20 mal, namun semua ditolaknya. Grand Mall dan Solo Square adalah dua mal di Solo yang diberi izin walikota sebelumnya. Tapi, Jokowi mengaku mengizinkan pendirian Paragon Apartemen. Yang terpenting, menurut dia, investor harus bersedia memberikan fasilitas publik. ”Bantuan asing untuk pembangunan banyak yang datang ke Solo. Antara lain, dari UN Habitat, Aus Aid, GTZ, dan CDIA. Namun untuk investasi, saya mengutamakan investor lokal yang kompeten dan kompetitif.

Dengan gaya kepemimpinannya, Jokowi sukses mendongkrak Penghasilan Asli Daerah yang hanya Rp 54 miliar pada tahun pertama ia menjabat, menjadi Rp 146 miliar pada 2010. Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Solo sebesar Rp 1,03 triliun, pendapat-an per kapita Rp 14,6 juta, dan Upah Minimum Regional Rp 835 ribu. Tentang berapa gaji walikota, Jokowi menjawab,”Tidak tahu. Saya memang menandatangani gaji bulanan, tapi ya cuma teken. Tidak pernah saya ambil. Lihat amplopnya saja tidak pernah.”

Bekerja untuk Rakyat
Jokowi tidak peduli penghargaan Adipura untuk kota terbersih di Indonesia sudah bertahun-tahun tidak diterima Kota Solo–yang notabene langganan selama Orde Baru. Ia mengaku disuruh bekerja untuk rakyat bukan untuk mencari penghargaan. ”Tapi untuk membuat rakyat hidup sehat, aman, nyaman, mudah, senang, damai, gembira, dan yang enak-enak,” sergahnya. ”Soal penghargaan, saya tak ambil pusing. Mau dinilai baik, jelek, atau apa, monggo.”

Dinobatkan oleh Majalah Tempo sebagai salah satu dari 10 tokoh berpengaruh di Indonesia pada 2008 tidak lalu menjadikannya merasa ditokohkan. Ia tetap sosok yang rendah hati. Begitu pula ketika dianugerahi Bung Hatta Award 2010, bersama Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto, Jokowi tidak jumawa. ”Saya ya tetap begini ini. Yang penting, jangan coba-coba menyuap saya. Jangan coba-coba korupsi jika tak ingin saya pecat!” serunya. Beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), camat, dan lurah, di Solo telah menjadi ”korban” dari ketegasan itu.

Jokowi telah memangkas jalur pengurus-an perizinan dan administrasi kependudukan menjadi sangat murah dan mudah. ”Proses perizinan yang dulu butuh delapan bulan, sudah saya potong jadi enam bulan, lalu empat bulan, sekarang cukup enam hari. Pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sebelumnya 2-3 minggu, kini cukup satu jam. Dan, jangan pernah menyogok petugas kami,” tambah walikota yang tidak hobi pidato tersebut.

Meski bangga Solo masuk sebagai tiga besar kota paling tidak korup di Indonesia versi Transparency International Indonesia (TII), bersama Tegal dan Denpasar, pada 2010, Jokowi masih melakukan otokritik. ”Ketiga kota tersebut hanya mendapat nilai 6. Artinya, masih ada 4 keburukan yang harus kita benahi – jika skala nilainya 10,” ujarnya.
Untuk menjaga diri dan keluarganya dari godaan korupsi, Jokowi mengambil garis tegas untuk memisahkan urusan pemerintah, perusahaan mebel miliknya, dan keluarga. Ia juga secara periodik melaporkan kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Dulu, sebelum menjabat walikota, kekayaan saya Rp 9,8 miliar. Saat ini, kekayaan saya Rp 15 miliar. Naik cukup signifikan dari hasil usaha ekspor mebel ke berbagai negara,” paparnya.
Atas dedikasinya itu, banyak kalangan yang berharap Jokowi kelak akan menjadi pejabat negara di level lebih tinggi, atau bahkan menjadi seorang negarawan. Namun apakah ia tertarik? ”Sama sekali tidak. Kelak, kalau periode kedua sudah habis, saya kembali jadi tukang kayu saja.” Kalau ditawari jadi menteri? ”Tidak mau. Saya tidak ada potongan jadi menteri. Saya tidak suka di Jakarta.” Kalau dipilih jadi Gubernur Jawa Tengah? ”Tidak menarik. Malas. Saya di Solo saja. Maksimal jadi Ketua RT (Rukun Tetangga), cukup,” jawabnya.

Suka Musik Cadas
Jokowi memang pribadi yang menarik. Dia suka duduk di deretan belakang bersama warga di acara pergelaran musik keroncong atau wayang kulit. Ngobrol dengan mereka hingga lewat tengah malam. Namun siapa sangka, Pak Walikota ternyata menyukai musik aliran keras. ”Saya suka yang cadas. Rock. Metal! Membuat tergugah dan sangat bersemangat untuk berkarya,” serunya.

Sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Jokowi remaja sudah mulai mendengarkan lagu-lagu Led Zeppelin, Metalicca, Napalm Death, Fear Factory, dan Lamb of God. Dia bukan penikmat The Police atau The Beatles. Meski mengaku hanya penikmat musik, dan bukan pemain, Jokowi merasa jiwa rocker hidup di hatinya. ”Dan kita tentu sepakat, tidak ada rocker yang tidak gondrong. Sejak SMA (Sekolah Menengah Atas), rambut saya gondrong sebahu sampai-sampai guru dan kepala sekolah bingung untuk menegur. Mereka gemas tapi khawatir menyinggung perasaan saya karena saya selalu juara umum,” kenang lulusan SMA Negeri 6 Solo ini.

Sewaktu kuliah, Jokowi meneruskan hobi merawat rambut panjang. Bahkan, ia menyebutnya sebagai ”gondrong berat”. ”Spirit rock dan metal adalah kebebasan. Saya merasa mendapatkan energi itu dari mendengar musiknya dan membiarkan rambut tumbuh panjang. Saat ini pun, saya membebaskan rambut anak-anak kami untuk gondrong, meski mereka harus merapikannya. Apa kata orang kalau anak-anak walikota berambut acak-acakan? Ha-ha-ha,” ujarnya.

Jokowi memangkas rambut dan menatanya dengan rapi sejak menikah dan menjalankan bisnis. Ia semakin rapi-jali sejak menjabat walikota. Namun Jokowi tidak menghentikan kegemarannnya mendengarkan musik keras di mobil, ruang kerja, atau ruang istirahat. ”Saya seorang forester yang suka musik cadas. Karakter itu tidak akan pernah terhapuskan oleh apa
pun,” kata Jokowi.

Sumber : http://www.rollingstone.co.id/read/2011/06/27/135354/1669515/1100/artikel-lengkap-jokowi-walikota-solo-forester-yang-suka-musik-cadas

Jumat, 08 Juli 2011

United Way : Organisasi Non-Profit yang Berusaha Bangkit Mengatasi Kehancuran Citra


Berikut ini akan saya paparkan sedikit mengenai sejarah United Way, sebuah perusahaan non-profit atau yang bisa disebut sebagai badan amal. Kenapa saya tertarik untuk membahas perusahaan ini? Karena ketika kuliah di semester 5, pada mata kuliah Strategi dan Program Pemasaran kelompok saya mendapat tugas untuk mempresentasikan perusahaan ini. Dan ternyata Sejarah jatuh dan kebangkitan Perusahaan nirlaba ini sangatlah menarik untuk disimak. Check This Out! :)



#Sejarah

- United Way didirikan pada tahun 1887 Denver, Colorado dengan nama awal “Charity Organization Society”
- Pada tahun 1970, United Way berganti nama menjadi United Way of America (UWA)
- United Way memiliki beberapa cabang perusahaan, antara lain : United Way of Canada, United Way New Zealand dan United Way Worldwide

#Reputasi dan Prestasi United Way

- United Way of America, adalah organisasi amal yang menonjol di AS, yang telah berkembangdengan strateginya untuk penggalangan dana yang telah terbukti sangat efektif mendanaiberbagai kegiatan amal melalui program pemotongan gaji.Kebaikan yang dilakukannya tampaknya tak terbantahkan.

-Sebagai Organisasi non-profit, United Way menjadi penerima 90% semua donasi amal. Banyak dari kesuksesan gerakan United Way dalam menjadi badan amal terbesar dan paling dihormati di AS adalah karena 22 tahun kepemimpinan William Aramony.
- Lambang United Way, dikenal secara nasional sebagai simbol pemberian amal


William Aramony



#Kehancuran Citra United Way

- Pada tahun 1992, citra yang telah dibangun United Way dihantam oleh pengungkapan laporan penyelidik mengenai pengeluaran uang perusahaan dan perbuatan-perbuatan lain yang dipertanyakan dari pendiri dan presiden terbesarnya, William Aramony. Poin terbesar perhatian publik adalah gaji Aramony & tambahan gaji untuk gaya hidu yang tampaknya tidak pantas untuk sebuah organisasi amal yang bergantung pada kontribusi orang-orang yang bekerja/ para relawan.
- Aramony bergerak nyaman di antara orang- orang paling berpengaruh di masyarakat.Ia membuat dewan pimpinan yang prestisius yang termasuk banyak eksekutif top dariperusahaan-perusahaan besar di AS. Adanya kalangan eksekutif ini memberikan prestise pada United Way & memacu kontribusi dari beberapa organisasi palingbesardanterkemuka di AS. Selama masa jabatan Aramony, kontribusi United Way bertambah dari $787 juta tahun 1970, menjadi $3 milliar di tahun 1990.

#Penyingkapan Investigatif Terhadap William Aramony

- Surat Kabar The Washington Post menyelidiki kedudukan Aramony sebagai presiden United Way Amerika tahun 1991, memunculkan pertanyaan mengenai gajinya yang tinggi, kebiasaan travelling, kemungkinan nepotisme, dan hubungan yang meragukan dengan 5 perusahaan pecahan nya.
- William Aramony melanggar peraturan perusahaan dengan memperkerjakan teman dan keluarganya sebagai konsultan dalam perusahaan pecahannya. Dan membayar ratusan ribu dollar untuk upah konsultasi yang tidak jelas dan bahkan tidak di dokumentasikan. Perusahaan pecahan lain mempekerjakan anaknya, RobertAramony sbg presidennya. Pinjaman & transfer uang antara perusahaan pecahan ini dengan organisasi nasional menimbulkan pertanyaan. Tidak ada catatan yg menunjukan bahwa dewan pimpinan telah diberi kesempatan untuk menyetujui pinjaman dan transfer tersebut.

#Keprihatinan United Way Lokal

- Pada April 1993, United Way area Greater Lorain (Ohio) mundur dari United Way of America. Ini dikarenakan dewan kantor lokal masih prihatin mengenai stabilitas dan akuntabilitas keuangan badan nasional tersebut. Secara khusus mereka prihatin mengenai paket pensiunan Aramony sebesar hampir $4 juta, hal ini sekali lagi memicu keputusan untuk mundur dari UWA.


Elaine Chao

#Elaine Chao, Usaha memperbaiki Citra yang hancur

- Kisah Elaine Chao adalah prestasi besar. Ia adalah wanita keturunan Asia-Amerika yang sangat berjasa mengembalikan citra perusahaan United Way. Elaine Chao melakukan kerja yang baik. Ia dipekerjakan untuk memulihkan keyakinan & kepercayaan publik pada United Way; dan Ia berhasil.

APA YANG DILAKUKAN ELAINE CHAO?

-Elaine Chao membuat kebijakan “United Way Amerika akan menjadi akuntable dan responsif pada United Way lokaldengan menambah jumlah dewan direktur dari 30 anggota menjadi 45 dan meliputi lebih banyak perwakilan lokal.
- Elaine Chao menerima gaji $195.000, kurang dari separuh gaji Aramony
- Ia memotong anggaran dan staf : tidak ada penerbangan trans-atlantik yang memakan banyak biaya, tidak ada layanan limusin, tidak ada kondominium mewah


“Rasa percaya & keyakinan yang pernah rusak akan membutuhkan usaha dan waktu yang banyak untuk diperbaiki

–Elaine Chao-


- Setelah bekerja dengan sangat baik, pada 20 Mei 1996, Elaine Chao mengumumkan pengunduran dirinya yang efektif sejak 1 September 1996.


Brian Gallagher

#Brian Gallagher, suksesor Elaine Chao

- Brian Gallagher adalah mantan kepala United Way cabang Colombus, Ohio yang diangkat menjadi CEO United Way of America pada awal tahun 2002.
- Ia melakukan perubahan yang cepat pada United Way dengan memperketat persyaratan keanggotaan dan peraturan pelaporan keuangan
- Brian Gallagher menutup sekitar 150 cabang United Way lokal dan menggabungkannya. Dengan maksud memfokuskan perusahaan pada pemecahan masalah lokal, dan melakukan lebih untuk menunjukkan pada penyumbang bagaimana uang mereka membuat perubahan.

# Citra Yang Mulai Membaik

- Ketika masa kepemimpinan Brian Gallagher, penggalangan dana meningkat, dengan pendapatan tahun 2001 naik 2,3% menjadi $4,07 Milyar. United Way menerima publisitas yang baik untuk bantuannya setelah Badai katrina di musim gugur 2005.



# Kesimpulan #
Kurangnya akuntabilitas pada masyarakat yang menyumbang adalah penyebabutama masalah United Way of America ( UWA).
Pada organisasi laba, kurangnya akuntabilitas terutama mempengaruhi pemegangsaham, untuk organisasi amal yang besar, hal ini mempengaruhi jutaanpenyumbang yg menyaksikan uang dan komitmen mereka disia-siakan.
Pengawasan yang kurang akan mendorong orang untuk bertindak arogan danmenyepelekan sistem yang ada. Aramony contohnya dengan pemborosanpengeluaran perusahaan untuk kepentingan pribadi, nepotisme, dan aktivitaskonflik kepentingan lain.