Sabtu, 16 Juli 2011

Indonesia, Anak-anak dan Kemiskinan



Krisis Ekonomi atau biasa kita sebut sebagai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 telah membawa dampak yang begitu dashyat bagi perekonomian Indonesia. Jumlah orang miskin meningkat tajam, orang-orang kehilangan tempat bekerja yang akhirnya meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia.
Lalu bangsa ini seakan-akan terperosok dalam jurang kemiskinan.

Yang lebih parah lagi adalah dampak sosial yang begitu menakutkan. Khususnya bagi generasi penerus bangsa ini. Kriminalitas meningkat, kecemburuan sosial, narkotika, masalah prostitusi dan obat-obatan terlarang menjadi pelarian para generasi penerus bangsa akibat ketimpangan sosial yang terjadi. Yang pada akhirnya menjurus pada kerusuhan massal di berbagai daerah di Indonesia. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah orang-orang kecil dan juga anak-anak generasi penerus bangsa ini.

Tahun berganti tahun seiring dengan perubahan tampuk kekuasaan di negeri ini. Orde Baru lewat, orde reformasi datang. Lalu pergi dan datang orde demokrasi. Tapi belum ada yang bisa membangunkan bangsa ini dari keterpurukan. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme seakan-akan telah menjadi budaya bangsa ini.

Yang akan saya soroti disini adalah bagaimana nasib orang-orang miskin dan anak-anak terlantar di negeri ini.
Pasal 34 UUD 1945 juga dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Tapi pada kenyataan nya?
John F. Kennedy berkata : "jangan tanyakan apa yang telah negara berikan pada mu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan pada negara ini". Tapi sayang, bagi sebagian orang, negara ini belum memberikan apa-apa bagi kelangsungan hidup mereka. Lalu bagaimana sebagian orang itu akan berpikir untuk "memberi" kepada negara ini? Jangan tanyakan pada saya, mari kita tanyakan pada rumput yang bergoyang...

Anak-anak, generasi penerus bangsa. Banyak dari mereka yang terhimpit dalam masalah ekonomi. Mau sekolah tapi tidak punya biaya. Ada sekolah gratis dan murah, tapi sayang nya kurang memadai. Banyak gedung sekolah yang tidak layak pakai, tidak punya guru, bahkan tidak punya buku.
Lihat lah bagaiman secuil harapan mereka untuk menempuh bangku sekolah dan bertemu teman-teman mereka di sekolah demi masa depan yang lebih baik.

Terkadang mereka harus menempuh puluhan kilometer, menyebrang sungai, dan bahkan mempertaruhkan nyawa mereka untuk bisa ke sekolah.
Sepulang sekolah buat sebagian dari mereka adalah waktu nya untuk menjadi tulang punggung keluarga.
Ada yang bekerja menjual kue keliling, menjadi tukang parkir, bahkan sampai ada yang harus menjadi kuli bangunan dan tukang tambang.


Mari kita lihat UUD 1945 Pasal 28 b ayat (2) yang disebutkan disitu bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Banyak anak-anak di negeri ini yang harus melepas hak nya,kehilangan masa anak-anaknya, masa bermain, dan masa belajar demi membantu ekonomi keluarga. Lalu dimana peran pemerintah?

Pemerintah harus bisa membantu mereka untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Serta untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya, untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai, untuk dilindungi dari penyiksaan, eksplotasi, penyiaan, kekerasan dan dari bahaya. Mereka juga berhak untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerintah dan hak untuk bisa mengekspresikan pendapat sendiri. Karena kemiskinan juga telah merampas terpenuhinya hak-hak dasar anak seperti kesehatan, pendidikan dan pangan.

Tentu kita tidak bisa begitu saja menyalahkan pemerintah. Kita harus melihat dari orang-orang yang berada di garis kemiskinan. Apakah mereka mau terus terpuruk dalam kemiskinan dan tidak mencoba untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik demi masa depan keluarga dan anak-anak nya?

Akhir kata, saya akan menyampaikan kata-kata bijak tentang kemiskinan dari seorang Mother Theresa : "Kemiskinan terburuk adalah ketika seseorang merasa tidak dicintai dan merasa sendiri".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar